Antara Pahlawan Dan Pengkhianat

Pahlawan dan pengkhianat itu sama. Waktulah yang mampu membuat mereka nampak berbeda. Tugas utama rezim adalah menjejalkan konotasi dalam pikiran orang-orang. Di kedalaman pikiran itu pahlawan & pengkhianat bertarung.

Dulu ada seorang pahlawan pembangunan. Sekarang kita anggap dia pengkhianat. Dulu ada seorang pengkhianat pembangunan. Sekarang kita anggap mereka pahlawan.

Peran selalu punya batas waktu. Kita diadili oleh zaman karena peran, bukan karena diri kita. Diantara lahir dan mati, kita punya pilihan. Mati dengan peran sebagai apa? Pahlawan atau pengkhianat? Sama saja, itu cuma peran. Masing-masing ada yang memuja dan mengenang.

Kita dipuja dan dikenang karena peran. Sedangkan diri ini hanya penting utk diri kita sendiri. Bermain peran adalah menempatkan diri menjadi orang lain. Karena itu amat rugi mereka yang terbang karena pujian. Tak ada yang benar-benar memuji dirimu. Mereka hanya mengenang peranmu.

Oleh karena itu peran akan berkolerasi dengan waktu. Itu yang bikin orang berpikir bahwa setiap orang pasti berubah. Sebab itu terminologi munafik tak cocok dalam rentang waktu peran yang panjang. Bohong, ingkar janji, khianat selalu datang dari peran bukan dari kedalaman batin.

Karena Tuhan menciptakan kita murni sejak awal. Kemudian keinginan memainkan peran tertentu datang dari luar diri. Lingkungan sosial mengarahkan kita seiring perkembangan kematangan akal, raga dan jiwa. Sadar atau tidak itulah yang terjadi.

Makanya jadi penguasa itu harus sadar. Itu cuma peran. Merubah ingatan orang dari pahlawan menjadi pengkhianat itu mudah. Setelah peran itu diambil alih rezim berikutnya, kepahlawanan akan berganti jadi pengkhianatan.

Berkuasa itu pakai pengetahuan. Bukan menyebar ketakutan. Despotisme telah usang. Cita-cita para demagog pada awalnya adalah kepahlawanan. Akhirnya jatuh dalam kehinaan cacian rakyat.

Senjata tak akan bisa membuat kekuasaan langgeng. Jika kematian dirasa sama saja dengan kehidupan. Ketakutan akan segera berubah menjadi keberanian yang tak terbendung. Dan mereka yang lolos dari kematian akan mengalahkan kehidupan.

Tenanglah kawan. Telah terdengar sayup-sayup sajak perlawanan. Dari kesunyian hati yang selama ini memilih bungkam. Sejarah telah menunggu anak-anak lugu itu mengambil momentum kepahlawanan.

Mereka mulai sadar; diam adalah pengkhianatan. Bagi mereka, suara dari perut yang lapar adalah kemurnian yang tak terbantahkan. Suara itu akan membesar dan terus membesar hingga memekakkan telinga pengkhianat.

Teriakan anak-anak zaman itu akan menghentikan mereka yang terlena di atas singgasana. Saking nikmatnya, mereka tak bisa menemukan selaput tipis batas kepahlawanan dan pengkhianatan. Mereka kira itu bukit, kenyataannya adalah jurang.

Kesalahan terbesar kekuasaan adalah terus menghina akal orang. Menukar isi kepala dengan uang dan kedudukan tak bisa digunakan sepanjang waktu. Kebohongan itu tetap menyakitkan. Walaupun dijejalkan pada mereka yang telah kenyang.

From Twitter @muhfikriaziz

Tinggalkan Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s