Mengapa?

Anak kecil itu menggigil.

Hujan mengeroyok bertubi-tubi tanpa ampun.

Miskin papa tanpa daya.

Bahkan sekedar bertanya mengapa, ia tak bisa.

Kakek tua itu termenung.

Kulit mati di telapak kaki mulai kelupas.

Lemah lunglai dan kosong.

Bahkan sekedar bermimpi, ia tak mampu.

Kota ini tak pernah berhenti menguji.

Jurang pemisah makin menganga.

Yang miskin tak meminta-minta.

Yang kaya tak sudah-sudah.

Anak muda itu berjalan gagah.

Tunggangan mewah jadi jimat.

Kulit bersih tanpa noda, harum bahkan setelah ia beranjak.

Semua bisa didapat, tanpa mimpi, tanpa harap.

Orang tua itu tertawa lebar.

Sibuk memberi perintah dengan telunjuk.

Bosan menghitung, bahkan tak tahu berapa yang ia miliki.

Semua ada, telah habis mimpi, telah usai harap.

Kota ini tak pernah berhenti menghukum.

Hari-hari penuh paradoks.

Yang terlihat memeras keringat.

Yang dapat malah yang tak kena sengat.

Seolah tak ada tempat untuk nurani.

Entah dimana ia bersembunyi.

Seolah ia tak pernah hadir.

Dimimpi si miskin, dihati si kaya.

Mengapa?

Keadilan selalu tak berjodoh dengan kuasa.

Apa yang salah?

Teks suci atau kelakuan manusia.

Yang dipikirkan rakyat, tak dipikirkan negara.

Yang diinginkan rakyat, tak diinginkan negara.

Padahal, katanya yang dituju rakyat, adalah tujuan negara.

Padahal, rakyat adalah manusia, negara juga manusia.

Manusia tetaplah manusia.

Yang kalah akan tetap kalah.

Yang menang akan tetap menang.

Manusia tetap memangsa manusia.

FA

09042021

Tinggalkan Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s