
Anak yang mempertanyakan pertimbangan orang tua ketika membuat keputusan bukanlah anak yang melawan. Pun, anak yang tidak setuju terhadap isi buku atau materi yang disampaikan guru, juga bukan anak yang melawan. Mereka hanya anak yang memiliki rasa ingin tahu.
Pendidikan harus berpihak pada rasa ingin tahu. Karena pada rasa ingin tahu itulah kesinambungan belajar berada. Dan musibah terbesar dunia pendidikan adalah ketika para guru berhenti belajar. Ruang kelas harus segera diubah menjadi ruang belajar bagi guru.
Bagaimana cara guru belajar? Mudah jika ingin. Lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Lebih banyak observasi daripada interogasi. Dan yang paling penting, perbanyak membaca semua hal.
Selama ini para guru mengajarkan anak didik untuk membaca dan berhenti pada mengenal aksara. Padahal, membaca adalah proses menemukan makna. Dan hidup keseluruhannya adalah proses pencarian makna.
Kelak dimasa depan, mereka yang terbiasa mendalami makna adalah yang bertahan dalam persaingan dengan robot dan kecerdasan buatan. Tenggelamlah pada kedalaman realitas objektif. Jangan menyerah pada realitas fiksi. Otentisitas diri itu niscaya.
Karena itu perubahan pada ekosistem pendidikan adalah kunci. Kita tak bisa lagi berharap banyak dari sistem dan kurikulum yang malah menghasilkan lulusan yang harus mempelajari banyak hal dari awal lagi. Sekolah sudah tertinggal dari arus perubahan.
Orientasi sekolah sekarang lebih dominan melakukan validasi eksternal. Mereka mengajarkan anak sampai pintar agar dilevel berikutnya dapat diterima di sekolah favorit. Terus saja begitu sampai diterima di universitas negeri. Fakta: setelah lulus, anak belajar semua hal dari awal.
Mimpi yang dibangun orang tua pada anak-anak mereka agar belajar yang rajin supaya kelak mendapatkan pekerjaan yang layak dan memiliki upah yang tinggi. Kurikulum pendidikan mendidik anak menjadi kelas pekerja. Namun tidak sinkron dengan upaya penciptaan lapangan pekerjaan.
Daya serap lapangan kerja di Indonesia rata-rata hanya 4% pertahun dari total angkatan kerja baru yang lahir tiap tahun. Ironi anak bangsa; dididik di sekolah agar bisa bekerja, setelah lulus pekerjaannya malah tidak ada.
Apalagi saat ini telah terjadi disrupsi pada beberapa sektor. Fungsi manusia sebagai tenaga kerja sedikit demi sedikit mulai digantikan oleh teknologi. Ekosistem pendidikan tidak boleh gagal menalar perubahan. Para stakeholdernya harus membaca utuh gambaran besar perubahan.
Keanehan justru datang dari dunia pendidikan yang seharusnya paling adaptif dan antisipatif terhadap perubahan. Disrupsi pada sektor ini baru menyentuh pada level teknis pengajaran. Padahal ada yang lebih urgent untuk dilakukan; perbaikan kualitas guru.
Mimpi guru harus inheren dengan mimpi murid. Imajinasi guru harus koheren dengan imajinasi murid. Karena dewasa ini teknologi menjauhkan mimpi dan imajinasi keduanya. Jika jaraknya semakin lebar, singularitas akan menemukan momentumnya.
Guru harus mulai mengajar dengan ‘mengapa’. Bukan ‘apa’ dan ‘bagaimana’. Murid harus diajak berpikir asal-usul sesuatu. Bukan sekedar mengenal definisi dan cara. Karena tugas mendefinisikan akan diambil alih oleh komputer dan cara mengatasi masalah akan diselesaikan oleh robot.
Karena di masa depan, manusia yang mengerti tentang nilainya sebagai manusia yang akan bertahan di tengah dominasi robot dan kecerdasan buatan. Di situlah justru ide tentang agama menjadi relevan.
Kemerdekaan seorang muslim adalah fitrah yang dijamin oleh agama. Tauhid itu membebaskan penghambaan seseorang kepada siapapun dan apapun. Selain kepada Allah, seorang muslim dilarang untuk tunduk.
Tauhid menjamin humanisme dapat dilakukan. Manusia secara demokratis dan etis dapat memiliki hak dan tanggung jawab untuk memberi makna pada kehidupanya sendiri. Seperti realitas fiksi yang menopang realitas objektif.
Seperti apa yang pernah diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk memerdekakan manusia yang juga memberi penghargaan pada kemerdekaan orang lain. Ajaran yang sampai saat ini masih relevan untuk kita jadikan tujuan.
Dari twitter : https://twitter.com/muhfikriaziz/status/1549629340370886656?s=21&t=aa5znzumdo5ZhLS0xtIR8w